*Ponton Tambang Ilegal Hancurkan Jaring Nelayan, Desakan Penegakan Hukum Menguat*

 

BN16 BANGKA

 

*Bangka Barat* — Aktivitas tambang timah ilegal di perairan Teluk Inggris, Kabupaten Bangka Barat, kembali mencuat dan memicu kemarahan para nelayan tradisional. Senin (4/8/2025).

 

Diduga dilakukan secara terorganisir dan terencana, puluhan unit ponton isap produksi (PIP) beroperasi diam-diam pada malam hari, tepat di jalur mata pencaharian nelayan lokal.

Dalam rekaman suara dan video amatir yang beredar luas di grup WhatsApp nelayan, terdengar jelas suara keluh kesah seorang nelayan yang menyaksikan jaring pukatnya hancur akibat diterjang ponton.

 

Aktivitas tambang ini tak hanya merusak alat tangkap, tapi juga memporak-porandakan sistem kerja dan penghidupan para nelayan yang sudah terdesak oleh naiknya biaya operasional dan cuaca tak menentu.

 

“Sudah jelas mereka masuk dari tengah malam sampai subuh, langsung ke jalur jaring kami. Jaring kami putus, solar kami habis, hasil tangkapan kami lepas. Ini bukan lagi cari makan, ini perampokan terang-terangan,” ucap seorang nelayan dari Kampung Masam yang videonya beredar, dengan nada tinggi.

 

 

*Kerugian Ekonomi dan Ekologis*

 

Para nelayan dari Desa Tanjung Ular dan Kampung Masam melaporkan kerugian mencapai jutaan rupiah.

 

Satu unit jaring pukat, misalnya, bisa menelan biaya Rp3 juta hingga Rp5 juta. Jika jaring tersebut rusak akibat ponton tambang ilegal, mereka harus mengganti dari kantong sendiri—tanpa jaminan hasil tangkapan akan menutupi biaya tersebut.

 

Tak hanya itu, aktivitas tambang isap juga merusak dasar laut, memicu kekeruhan air, dan menghancurkan ekosistem laut yang menjadi habitat ikan-ikan.

 

“Ikan-ikan jadi menjauh. Jangankan hasil tangkapan, mau pasang jaring saja sudah tidak bisa,” ungkap nelayan lainnya.

 

Kondisi ini menimbulkan ketegangan di tengah masyarakat nelayan yang merasa ditindas oleh kehadiran tambang ilegal yang makin merajalela.

 

Mereka menganggap, ketidakhadiran negara dalam perlindungan terhadap nelayan dan lingkungan menjadi pemicu utama konflik laten yang bisa saja berubah menjadi konflik horizontal.

 

 

*Pelanggaran Undang-undang yang Terjadi*

 

Aktivitas tambang ilegal ini sejatinya telah melanggar berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, antara lain:

 

1. **Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020** tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

 

**Pasal 158**: “Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin (IUP/IUPK) dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.”

 

Operasi PIP tanpa IUP jelas merupakan pelanggaran berat terhadap regulasi ini.

 

2. *Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009* tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

 

**Pasal 69 ayat (1)*: Melarang setiap orang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.

 

Aktivitas tambang isap di perairan, yang merusak habitat laut dan menyebabkan sedimentasi berat, jelas merupakan tindakan pencemaran.

 

3. *Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009* tentang Perikanan.

 

**Pasal 8 ayat (1)** dan **Pasal 73**: Menyebut bahwa aktivitas yang merusak sarana penangkapan ikan atau menyebabkan nelayan kehilangan alat tangkap dapat dikenakan sanksi pidana dan denda.

 

Kerusakan jaring nelayan akibat ponton tambang menjadi pelanggaran langsung terhadap hak ekonomi nelayan.

 

 

*Nelayan Desak Aparat Tegas*

 

 

Ketua Persatuan Nelayan Mentok dengan tegas menyatakan pihaknya akan segera mengirim surat terbuka kepada Kapolres Bangka Barat dan Gubernur Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

 

Mereka mendesak tindakan tegas, bukan hanya retorika.

 

“Ini bukan kejadian baru. Kami sudah berkali-kali dirugikan, tapi pelakunya seperti kebal hukum. Kalau aparat tak bertindak, jangan salahkan kami kalau nelayan turun ke laut hadang sendiri. Bisa bentrok nanti,” tegasnya.

 

Ia juga menambahkan bahwa pembiaran terhadap tambang ilegal ini bisa merusak ketertiban sosial dan menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum.

 

“Kami ini rakyat kecil, tapi bukan bodoh. Kami tahu mana tambang legal, mana tambang ilegal. Jangan anggap kami tidak tahu apa-apa.”

 

 

*Minimnya Respons Aparat*

 

Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak Polres Bangka Barat maupun aparat penegak hukum terkait laporan yang dilayangkan oleh nelayan. Kondisi ini semakin memperkuat persepsi publik bahwa ada pembiaran atau bahkan dugaan keterlibatan oknum tertentu dalam jaringan tambang ilegal yang makin masif di perairan Bangka.

 

Situasi ini menjadi alarm keras bagi Pemerintah Provinsi Bangka Belitung dan aparat penegak hukum.

 

Jika dibiarkan terus-menerus, tambang ilegal di Teluk Inggris bukan hanya menghancurkan ekosistem laut dan ekonomi nelayan, tetapi juga mencoreng komitmen negara dalam penegakan hukum dan keadilan sosial.

 

Teluk Inggris bukan hanya sumber daya alam, tapi juga ruang hidup bagi ribuan nelayan tradisional.

 

Menutup mata terhadap kejahatan terorganisir di laut sama saja dengan membiarkan rakyat sendiri tenggelam dalam kemiskinan dan keputusasaan. (Faras Prakasa/KBO Babel)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed