Demonstrasi Penambang di Pangkalpinang Berakhir Bentrok, Fasilitas Kantor Rusak Parah

Editor: Yopi Herwindo

Berita153 Dilihat

BN16 BANGKA

Pangkalpinang, 6 Oktober 2025 — Aksi unjuk rasa akbar ribuan penambang rakyat dari berbagai wilayah di Bangka Belitung di depan Kantor Pusat PT Timah Tbk di Pangkalpinang pada hari Senin (6/10/2025) berakhir ricuh.

Kericuhan tak terhindarkan setelah massa berusaha merangsek masuk ke area kantor, yang dibalas dengan tembakan gas air mata dan penyemprotan water cannon oleh aparat kepolisian.

Aksi yang awalnya damai ini memanas menjelang siang, bertepatan dengan kunjungan kerja Presiden Prabowo Subianto ke Bangka untuk penyerahan aset rampasan kasus korupsi timah.

Massa aksi, yang tergabung dalam Aliansi Tambang Rakyat Bersatu, menuntut beberapa hal krusial, termasuk:

* Pembubaran Satuan Tugas (Satgas) Nanggala yang dibentuk PT Timah dan Satgas Halilintar yang dibentuk pemerintah, yang dianggap meresahkan dan mempersulit penjualan hasil tambang rakyat.

* Kenaikan harga beli pasir timah dari penambang rakyat.

* Reformasi tata kelola timah yang lebih transparan dan berkeadilan.

Kerusakan dan Korban Berjatuhan
Pantauan di lokasi menunjukkan kericuhan menyebabkan kerusakan parah pada fasilitas kantor PT Timah.

Massa berhasil merobohkan pagar pembatas, memecahkan kaca jendela, dan merusak properti lain.

Laporan menyebutkan sejumlah korban berjatuhan, baik dari pihak demonstran, warga sipil, polisi, hingga jurnalis akibat terkena gas air mata.

Bahkan, tembakan gas air mata dilaporkan sempat masuk hingga ke area permukiman warga.

Tuntutan Dipenuhi Setelah Kericuhan
Meskipun diwarnai kekerasan, aksi ini menghasilkan kesepakatan.

Setelah situasi mereda, PT Timah Tbk dilaporkan menyetujui tuntutan utama penambang, yaitu menaikkan harga beli pasir timah dari rakyat.

Direktur Utama PT Timah menyatakan kesepakatan untuk membeli timah basah dengan harga yang disepakati, sementara Gubernur Bangka Belitung juga memberikan tanggapan positif terkait permintaan pembubaran satgas.

“Mengapa Harus Ada Kekerasan Seperti Ini Baru Aspirasi Masyarakat Didengar?”
Kesepakatan yang baru tercapai setelah terjadinya bentrokan dan kerusakan ini memicu pertanyaan yang mendalam dari banyak pihak, termasuk dari penambang.

Pertanyaan, “Mengapa harus ada kekerasan seperti ini baru aspirasi masyarakat didengar?” menjadi sorotan utama.

Kondisi ini seolah mencerminkan pola berulang di mana keluhan dan kesulitan ekonomi rakyat, yang telah disuarakan dalam waktu yang lama, baru mendapatkan respons serius dari pemangku kepentingan setelah situasi memuncak menjadi tindakan anarkis dan kekerasan.

* Penyebab Keresahan: Inti masalah yang diungkapkan para penambang adalah kesulitan menjual hasil tambang mereka karena takut dengan aktivitas satgas, yang berujung pada ancaman terhadap pemenuhan kebutuhan dasar ekonomi keluarga mereka.

* Wacana Tata Kelola: Kekerasan dalam aksi ini kembali menyoroti pentingnya tata kelola sumber daya alam yang pro-rakyat dan saluran komunikasi yang efektif serta responsif dari perusahaan BUMN dan pemerintah daerah terhadap masalah yang dihadapi masyarakat lokal.

Pencapaian kesepakatan ini diharapkan dapat meredakan ketegangan jangka pendek.

Namun, tantangan sesungguhnya adalah memastikan komitmen ini diimplementasikan dengan tuntas dan membangun mekanisme dialog yang konstruktif di masa depan, sehingga kekerasan tidak lagi menjadi harga yang harus dibayar untuk didengarnya suara rakyat.

(Yopi Herwindo)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *