BN16 BANGKA
Pangkalpinang – Dunia kesehatan di Kepulauan Bangka Belitung sedang menghadapi ujian berat. Kasus-kasus hukum yang menyeret sejumlah dokter ke ranah pidana, akibat desakan keluarga pasien maupun masyarakat, menjadi perhatian serius Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Dr (Hc) Hidayat Arsani. Sabtu (13/9/2025).
Hal ini ia sampaikan secara tegas dalam sambutannya sebagai keynote speaker pada Seminar yang digelar Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Wilayah Kep. Bangka Belitung dengan tema “Kesiapan Rumah Sakit di Bangka Belitung dalam Menghadapi Berbagai Macam Perubahan Regulasi di Tahun 2025”.
Acara tersebut berlangsung di Ruang Pertemuan Mahligai Rumah Dinas Gubernur, dan dihadiri berbagai tokoh penting di bidang kesehatan maupun pemerintahan.
Dalam pidatonya, Dayat—sapaan akrab sang gubernur—menyampaikan keresahan bahwa profesi dokter di Babel saat ini seakan berada di ujung tanduk.
Ia mencontohkan kasus viral baru-baru ini terkait kematian seorang bayi yang menyeret tenaga medis ke ranah hukum.
“Mana ada dokter ingin mencelakakan pasien? Tapi kalau apes, bagaimana? Tangan dokter itu tangan penyelamat manusia. Kalau pasien meninggal, apakah serta-merta salah dokter? Sama halnya pohon jagung yang mati karena alam atau tanah yang buruk, bukan semata karena pupuk yang salah,” tegasnya.
Kritik Kepemimpinan yang “Penakut”
Lebih jauh, Hidayat Arsani menyoroti lemahnya keberanian pemimpin daerah dalam membela tenaga kesehatan. Ia menyebut sejumlah kepala daerah maupun pejabat terkait masih “penakut” dalam melindungi dokter-dokternya.
“Dokter harus dilindungi. Kalau kepala dinas penakut, wali kota penakut, bupati penakut, lalu siapa yang berdiri di depan? Profesi dokter ini harus dilindungi,” ujarnya lantang disambut tepuk tangan peserta seminar.
Ia juga menyinggung isu solidaritas di internal rumah sakit, baik swasta maupun pemerintah. Menurutnya, rumah sakit harus bersatu dalam memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat, sekaligus menjamin mutu pelayanan dengan dukungan penuh dari pemerintah.
Masalah Regenerasi dan Profesionalisme
Selain menyoroti kriminalisasi dokter, Hidayat Arsani juga mengungkapkan keprihatinan soal sistem regenerasi dan profesionalisme di lingkungan rumah sakit.
Ia mencontohkan adanya praktik senioritas yang justru merugikan tenaga medis junior dan akhirnya berdampak pada masyarakat.
“Celakanya nanti kalau dokter senior menarik dokter junior tanpa dasar akademis yang jelas. Itu bisa mengorbankan masyarakat. Padahal pelayanan kesehatan seharusnya dijalankan dengan etika, keikhlasan, dan standar akademis yang benar,” tegasnya.
Dayat mengajak semua pihak untuk mengembalikan orientasi pelayanan kesehatan kepada niat tulus melayani masyarakat, bukan kepentingan sempit.
Ia mencontohkan Singapura yang maju karena etika dan profesionalisme medisnya dijaga ketat tanpa intervensi kepentingan.
Pengalaman Pribadi Bangun Rumah Sakit
Pidato Hidayat Arsani tidak hanya berhenti pada kritik, tetapi juga refleksi dari pengalaman pribadinya. Ia menceritakan bagaimana dirinya, meski hanya lulusan SMEA, mampu membangun tiga rumah sakit besar dengan biaya hampir Rp200 miliar lebih dari 15 tahun lalu.
“Saya bisa bangun rumah sakit bukan karena saya pintar manajemen, tapi justru karena saya sering ditipu dokter. Saya jadi belajar. Ada dokter minta beli obat,alat ini-itu tapi tidak dipakai, atau minta fasilitas tapi tidak jelas. Dari situ saya belajar memahami manajemen rumah sakit,” ungkapnya dengan gaya blak-blakan khas dirinya.
Ia juga menceritakan pengalamannya saat harus segera membeli mesin CT Scan karena melihat pasien menderita akibat keterbatasan fasilitas.
“Saking bodohnya saya waktu itu, saya tanya harga CT Scan, katanya Rp9 miliar. Saya bilang besok beli. Tiga bulan kemudian mesin sudah ada. Itu karena dorongan kepedulian, bukan kepentingan bisnis,” ujarnya.
Seruan untuk Bersatu
Mengakhiri sambutannya, Hidayat Arsani mengajak seluruh pihak di dunia kesehatan, khususnya di Babel, untuk bersatu menghadapi tantangan regulasi maupun masalah kriminalisasi dokter.
Ia menekankan pentingnya solidaritas antara pemerintah, rumah sakit swasta, dan tenaga kesehatan agar pelayanan kepada masyarakat tidak terganggu.
“Rumah sakit pemerintah maupun swasta harus sama-sama hadir memberi jaminan mutu. Dokter-dokter yang bekerja siang malam harus dihargai, bukan dijadikan kambing hitam. Mari kita duduk bersama, satukan visi, agar Babel bisa maju dalam pelayanan kesehatan,” pungkasnya.
Refleksi di Tengah Perubahan Regulasi
Seminar PERSI Babel 2025 sendiri bertujuan menyiapkan rumah sakit di daerah ini dalam menghadapi berbagai regulasi baru di bidang kesehatan yang mulai berlaku tahun depan.
Kehadiran Gubernur Hidayat Arsani sebagai keynote speaker menjadi sorotan utama, terlebih dengan pernyataannya yang menohok soal kriminalisasi dokter dan pengalaman pribadinya membangun rumah sakit.
Pesan Dayat jelas: dunia kesehatan harus dijalankan dengan keberanian, profesionalisme, dan etika. Dokter harus dilindungi, rumah sakit harus bersatu, dan pemerintah harus hadir memberi kepastian.
Tanpa itu semua, pelayanan kesehatan akan terus terguncang, dan yang paling dirugikan tetaplah masyarakat.
Dengan semangat yang ia tunjukkan, Dayat ingin memastikan bahwa regulasi baru tidak hanya menjadi beban administratif, tetapi momentum untuk memperkuat sistem kesehatan di Bangka Belitung.
Sebuah pesan yang relevan dan mendesak, di tengah gempuran tantangan yang dihadapi dunia kesehatan saat ini.