Hidayat Arsani Ungkap Trauma: Pasien Meninggal Gara-Gara Dokter Absen, “Itu Kejam

Berita266 Dilihat

BN16 BANGKA

Pangkalpinang – Dunia kesehatan di Kepulauan Bangka Belitung kembali menjadi sorotan. Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Dr (Hc) Hidayat Arsani dengan tegas menyampaikan keresahannya soal kondisi pelayanan rumah sakit, terutama menyangkut kriminalisasi tenaga medis dan adanya oknum dokter yang abai terhadap tugas kemanusiaan. Sabtu (13/9/2025).

 

Hal ini ia ungkapkan dalam sambutannya sebagai keynote speaker pada Seminar Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Wilayah Kep. Babel bertema “Kesiapan Rumah Sakit di Bangka Belitung dalam Menghadapi Berbagai Macam Perubahan Regulasi di Tahun 2025”.

 

Seminar tersebut berlangsung di Ruang Pertemuan Mahligai Rumah Dinas Gubernur, dan dihadiri sejumlah tokoh penting bidang kesehatan maupun pemerintahan.

 

Dayat—sapaan akrab sang gubernur—menegaskan, profesi dokter sejatinya adalah “tangan penyelamat manusia”. Namun, ia tidak menutup mata bahwa ada pula oknum dokter yang justru mencederai amanah profesinya.

 

Ia menceritakan pengalaman traumatis ketika seorang pasien meninggal dunia di rumah sakit akibat dokter yang seharusnya menangani, justru tidak hadir.

 

“Semua sudah siap, pasien sudah siap, perawat sudah di ruang bedah, tapi dokternya tidak datang. Akhirnya pasien itu meninggal dengan tidak wajar. Besoknya saya tanya, hanya gara-gara selisih Rp2 juta. Padahal saya bisa bayar Rp20 juta sekalipun. Itu kejam. Dokter yang seperti ini tidak akan selamat, dunia maupun akhirat,” tegas Dayat dengan suara bergetar menahan emosi.

 

Pengalaman itu, katanya, masih membekas hingga kini dan membuatnya trauma. Ia menyebut kasus tersebut bahkan lebih parah daripada kasus kematian bayi yang sempat viral belakangan ini.

 

“Kalau perbuatannya tidak diridhai Allah, pasti suatu hari akan kembali kepada keluarganya sendiri. Saya yakin itu,” tambahnya.

 

Namun, Dayat juga menekankan bahwa tidak semua dokter bisa disalahkan. Menurutnya, dalam banyak kasus pidana, tenaga medis menjadi kambing hitam karena tidak mampu berargumentasi dengan akademis yang kuat di hadapan aparat penegak hukum.

 

“Belum tentu dokter salah. Kalau jago debat akademis, kalau saksi kuat, polisi dan jaksa tidak akan memperkarakan dokter. Tapi kalau tidak bertanggung jawab secara akademis, habislah. Inilah tantangan besar kita,” ujarnya.

 

Di hadapan peserta seminar, ia juga mengingatkan para pemimpin daerah, mulai dari wali kota hingga kepala dinas kesehatan, agar tidak berdiam diri.

 

Perlindungan terhadap profesi dokter, katanya, mutlak dilakukan, namun di sisi lain oknum yang lalai juga harus diberi sanksi tegas.

 

“Jangan diam lagi. Dokter harus dilindungi, tapi dokter yang abai pada kemanusiaan tidak boleh dibiarkan. Saya harap ini jadi perhatian serius kita semua,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *