Dikuasai Pak Attas Pakai Nama Orang Lain, Tanah Negara 8 Ha di Bangka Diduga Jadi Kebun Sawit Ilegal

Editor: Yopi Herwindo

HUKUM/KRIMINAL43 Dilihat

BN16 BANGKA

Sungai Selan, Bangka – Ditemukan dugaan kuat adanya praktik perambahan dan penggunaan kawasan Hutan Lindung untuk kegiatan perkebunan kelapa sawit di wilayah Tanjung Pura, Dusun Tanjung Tedung, Kecamatan Sungai Selan, Kabupaten Bangka Tengah. Informasi yang didapat menyebutkan bahwa kegiatan ini melibatkan area yang cukup signifikan, yang diduga merupakan tanah negara di dalam kawasan hutan.

Dugaan pelanggaran ini mencuat setelah ditemukannya kegiatan pembukaan lahan yang terindikasi berada di dalam zona Hutan Lindung. Salah satu lokasi yang menjadi sorotan adalah di area yang disebut “Parit 4”.

Detail Dugaan Pelanggaran

* Lokasi: Tanjung Pura, Dusun Tanjung Tedung, Desa Penagan, Kecamatan Sungai Selan, Kabupaten Bangka Tengah, Kepulauan Bangka Belitung.

* Status Kawasan: Diduga kuat masuk dalam wilayah Hutan Lindung.

* Areal yang Diduga Terlibat: Sekitar 8 hektar di Parit 4 yang dikuasai oleh seorang individu berinisial Pak Attas, yang dilaporkan menggunakan nama orang lain (termasuk nama istrinya, Masek) untuk mengelola lahan tersebut.

* Total Luas Area Parit 4: Keseluruhan area Parit 4 memiliki luas sekitar 1.000 meter x 400 meter (sekitar 40 hektar), dengan 8 hektar di antaranya dikuasai oleh Attas.

* Permintaan Tindak Lanjut: Masyarakat mendesak Satuan Tugas Pengamanan Kawasan Hutan (Satgas PKH) atau instansi berwenang lainnya untuk segera turun tangan melakukan investigasi dan penertiban atas penguasaan tanah negara di kawasan terlarang ini.

Dasar Hukum: Ancaman Pidana dan Administratif

Kawasan Hutan Lindung, sesuai regulasi, berfungsi sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan dan tidak dapat dijadikan hak milik perorangan.

📜 Pelanggaran UU Kehutanan

Jika terbukti berada di dalam kawasan Hutan Lindung dan digunakan untuk perkebunan tanpa izin yang sah, tindakan tersebut berpotensi melanggar sejumlah ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (atau Perppu Nomor 2 Tahun 2022).

* Larangan Penggunaan Kawasan Hutan Secara Tidak Sah:

* Pasal 50 ayat (3) huruf a UU 41/1999 melarang setiap orang untuk “mengerjakan dan/atau menggunakan dan/atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah.”

* Penggunaan kawasan hutan lindung untuk perkebunan kelapa sawit jelas dilarang, karena pemanfaatan Hutan Lindung hanya terbatas pada pemanfaatan kawasan (misalnya budidaya tanaman obat, sarana pendidikan), jasa lingkungan, dan pemungutan hasil hutan bukan kayu, serta harus melalui izin usaha pemanfaatan yang tidak mengubah fungsi pokoknya (Pasal 26 UU 41/1999 dan PP No. 6 Tahun 2007).

* Sanksi Hukum:

* Sanksi bagi pelanggaran ini diatur dalam Pasal 78 UU 41/1999 dan juga Pasal 110B ayat (1) UU 18/2013 yang kemudian diatur dalam Pasal 110B UU Cipta Kerja, yang mencakup sanksi pidana penjara dan denda bagi perbuatan menduduki dan merambah kawasan hutan secara tidak sah.

* Selain itu, pelaku yang tidak memiliki perizinan di bidang kehutanan dapat dikenakan sanksi administratif berupa penghentian sementara usaha, pembayaran denda administratif, atau pencabutan izin, dan status lahan tetap menjadi kawasan hutan.

🚫 Hutan Lindung Tidak Dapat Menjadi Hak Milik

Prinsip dasar hukum kehutanan adalah bahwa kawasan hutan, termasuk Hutan Lindung, merupakan hutan negara dan tidak dapat dijadikan hak milik (SHM). Setiap hak atas tanah yang dikeluarkan di dalam kawasan hutan yang tidak melalui prosedur pelepasan kawasan yang sah dianggap cacat hukum.

Pemerintah dan Satgas PKH diharapkan dapat segera mengklarifikasi status lahan ini dan menindak tegas para pihak yang terbukti melanggar hukum, demi menjaga kelestarian fungsi ekologis Hutan Lindung di Bangka Belitung.

(Red Tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *