BERITA INVESTIGASI BN16BANGKA
Bangka, BN16BANGKA — Minggu, 30/11/2025
Kunci Utama: Penyelidikan lapangan oleh BN16BANGKA mengungkap dugaan pola pengamanan ‘komersial’ oleh oknum TNI di area tambang sipil. Keberadaan aparat berseragam, ketidakhadiran mitra PT Timah (CV TMR) dalam mediasi, dan dugaan penyalahgunaan wewenang menjadi sorotan utama.
Perdamaian di atas kertas telah ditandatangani. Keluarga pelimbang timah, Rohit (20), dan oknum anggota TNI yang memukulnya, kini terikat pada kesepakatan mediasi. Namun, sejuknya ‘damai’ ini tidak mampu membungkam fakta-fakta lapangan yang justru membuka luka lama nan membusuk: keterlibatan aparat negara dalam skema pengamanan tambang sipil.
Insiden pemukulan Rohit di area Tambang Kepala Burung, Bangka, kini bertransformasi dari kasus kriminal biasa menjadi pintu masuk untuk menguak potensi konflik kepentingan dan penyalahgunaan wewenang di sektor pertambangan mitra PT Timah.
Di balik insiden ini, Tim Investigasi BN16BANGKA menegaskan tiga pertanyaan fundamental yang harus dijawab tuntas oleh institusi TNI, PT Timah, dan mitra pengelolanya:
* Apa yang sebenarnya dilakukan aparat TNI di dalam area tambang sipil?
* Siapa yang menggerakkan mereka, dan atas kepentingan siapa?
* Mengapa pihak pengelola tambang, CV TMR, ‘menghilang’ dari meja mediasi?
🔎 1. Keberadaan TNI di Area Tambang Sipil — Mandat Siapa?
Lokasi Kepala Burung merupakan area yang diklaim sebagai blok kerja mitra PT Timah, yakni CV TMR. Namun, berdasarkan penelusuran, wilayah ini bersinggungan erat dengan lahan publik tempat para pelimbang timah tradisional bekerja.
Kehadiran oknum berseragam loreng di lokasi ini menimbulkan kebingungan dan kegelisahan.
Pertanyaan Kritis: Siapa yang memberikan mandat resmi kepada anggota TNI untuk berjaga di lokasi yang notabene area komersial sipil?
Hingga berita ini diturunkan, belum ada klarifikasi resmi dari pihak mana pun—baik dari CV TMR, PT Timah Tbk, Pemerintah Daerah, maupun Komando Teritorial terkait inisiatif penugasan ini.
Namun, sejumlah sumber di lapangan menyebutkan bahwa oknum tersebut diduga kuat berasal dari salah satu batalyon aktif, mengindikasikan bahwa kehadirannya bukanlah inisiatif pribadi melainkan penugasan terstruktur dari pihak tertentu.
2. Pola Pengamanan Tambang: Komersial atau Resmi?
Investigasi tahap kedua BN16BANGKA menemukan indikasi kuat adanya pola “pengamanan informal” di lokasi tambang. Kesaksian beberapa pelimbang memperkuat dugaan ini:
“Kami sering lihat ada loreng yang jaga. Kadang marah-marah, kadang ngatur. Tapi kami tidak tahu mereka tugas resmi atau tidak.”
Jika kesaksian ini benar, maka implikasinya sangat serius. Apakah anggota TNI ditempatkan untuk menjalankan fungsi keamanan negara, atau untuk mengamankan kepentingan komersial pihak tertentu? Jika pengamanan ini atas permintaan mitra tambang, ini masuk dalam wilayah konflik kepentingan dan potensi penyalahgunaan kewenangan yang mencoreng institusi pertahanan negara.
3. CV TMR ‘Menghilang’ dalam Mediasi — Ada Apa?
Pihak yang paling ditunggu kehadirannya, CV TMR—mitra PT Timah yang mengelola lokasi kejadian—justru absen dalam proses mediasi yang dihadiri perangkat desa, Camat Bakam, dan jajaran TNI.
Padahal, kejadian pemukulan terjadi di lokasi yang mereka kelola, dan keberadaan aparat TNI diduga kuat berkaitan dengan pola pengamanan yang mereka atur.
Ketidakhadiran CV TMR menimbulkan dugaan kuat:
* Apakah CV TMR sengaja menghindari tanggung jawab atas insiden tersebut?
* Apakah mereka tidak ingin dikaitkan dengan keberadaan aparat berseragam di lokasi?
* Atau ada skema pengamanan internal yang tidak ingin mereka buka ke publik?
Pertanyaan ini krusial untuk menjaga akuntabilitas dalam operasi tambang mitra PT Timah.
4. Dugaan Hubungan Khusus: Oknum–Pengelola Tambang?
Keterangan dari beberapa pelimbang di lapangan memberikan petunjuk mengkhawatirkan:
“Kalau loreng datang, biasanya bawa arahan dari orang-orang tambang. Kami tidak tahu dari siapa. Tapi gaya mereka seperti punya kuasa penuh.”
> Ungkapan ini mengarah pada dugaan adanya keterlibatan oknum aparat dalam pola pengamanan yang dikoordinasikan oleh pihak tertentu dalam struktur mitra tambang.
Jika dugaan ini terbukti, maka hal ini adalah pelanggaran hukum militer serius, yakni pelibatan aparat aktif dalam kepentingan non-negara (komersial), penyalahgunaan jabatan, dan tindakan yang dapat mencederai nama institusi TNI secara keseluruhan.
Langkah Lanjut: BN16BANGKA Akan Ajukan Konfirmasi Resmi ke Denpom
BN16BANGKA memastikan bahwa investigasi ini tidak berhenti pada hasil mediasi damai. Redaksi berkomitmen untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas.
Dalam waktu dekat, Tim Investigasi akan:
* Mengirim surat resmi ke Detasemen Polisi Militer (Denpom) TNI AD.
* Melampirkan kronologi lengkap pemukulan dan temuan lapangan terkait keberadaan aparat di area tambang.
* Meminta klarifikasi resmi mengenai identitas dan status oknum yang bertugas di lokasi tambang.
* Meminta sikap resmi institusi militer terkait dugaan pelanggaran disiplin dan penyalahgunaan wewenang ini.
KESIMPULAN SEMENTARA INVESTIGASI
Insiden pemukulan Rohit bukanlah kejadian tunggal. Ia adalah puncak gunung es yang membuka pintu menuju pertanyaan yang jauh lebih besar: Siapa sebenarnya yang mengendalikan keamanan di tambang Kepala Burung? Dan apa hubungan antara aparat berseragam, pengelola tambang, dan aktivitas penambangan di lapangan?
Masyarakat menanti jawaban tegas dari institusi militer dan PT Timah.
(Red Tim)






