BN16 BANGKA.COM
BANGKA BARAT – Praktik mafia tanah yang meresahkan di Kabupaten Bangka Barat, khususnya di Desa Limbung, Kecamatan Jebus, dilaporkan semakin mengganas. Dugaan praktik jual beli ilegal mencuat melibatkan lahan krusial, yaitu lahan reklamasi milik PT Timah dan cadangan lahan sawah yang seharusnya diperuntukkan bagi kepentingan publik dan lingkungan.
Oknum warga di desa tersebut disinyalir menjadi aktor utama dalam jual beli lahan tanpa hak yang sah.
Masyarakat mendesak agar kasus ini diusut tuntas.
Tuntutan keras dialamatkan kepada aparat penegak hukum, khususnya Satuan Tugas Pencegahan Korupsi (Satgas PKH) dan Satgas Anti Mafia Tanah, untuk segera membongkar seluruh jaringan dan lingkaran mafia yang merugikan negara serta masyarakat setempat.
📢 “Masyarakat meminta tindakan tegas dan transparan terhadap mafia tanah di Desa Limbung, Kecamatan Jebus, Kabupaten Bangka Barat!”
>Klarifikasi ‘Mardi’ Penjual Tanah Setelah Viral
Setelah kasus ini mencuat dan menjadi perbincangan hangat, salah satu oknum yang disebut-sebut sebagai penjual tanah, bernama Mardi, angkat bicara.
Wawancara Eksklusif:
Mardi: “Masyaallah ya pak, untuk saat ini nama Mardi lagi naik daun. Iya, Pak. Cobalah dari awal dulu sebutin semua nama orang-orang yang pernah jual lahan, Pak.”
Redaksi BN16 BANGKA: “Nanti sebutin aja, Pak, pas lagi ketemu Satgas PKH atau pihak yang terkait, siapa-siapa yang jual lahan.”
Mardi: “Mungkin hampir satu desa Lambung, Pak. Tunggu aja nanti.”
Pernyataan Mardi ini mengindikasikan bahwa praktik jual beli ilegal tersebut bisa jadi melibatkan banyak pihak dan bukan hanya dilakukan oleh satu atau dua oknum saja, melainkan berpotensi menjadi skandal yang terorganisir di tingkat desa.
Ancaman Hukum bagi Pelaku Jual Beli Tanah Ilegal
Tindakan jual beli lahan milik negara, lahan reklamasi perusahaan (aset BUMN), atau lahan cadangan sawah secara ilegal dapat dijerat dengan berbagai pasal pidana, tergantung pada modus operandi yang dilakukan. Praktik mafia tanah umumnya dikenakan pasal-pasal pidana yang mencakup unsur-unsur penipuan, penggelapan hak atas tanah, hingga pemalsuan dokumen.
Berikut adalah beberapa pasal yang berpotensi menjerat baik penjual (oknum warga) maupun pembeli yang terlibat:
* Pasal 385 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Stellionaat (Penipuan Mengenai Hak Atas Tanah):
* Pasal ini mengancam pihak yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, menjual, menukarkan, atau membebani dengan hak tanggungan sesuatu hak tanah Indonesia, padahal diketahui bahwa tanah itu bukan miliknya atau sedang dalam sengketa.
* Ancaman pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.
* Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Surat:
* Jika jual beli ilegal melibatkan pemalsuan dokumen (seperti surat keterangan tanah, surat kuasa, atau dokumen lain), para pelaku dapat dijerat pasal ini.
* Ancaman pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun.
* Pasal 378 KUHP tentang Penipuan:
* Dikenakan jika ada unsur tipu muslihat atau rangkaian kebohongan dalam transaksi yang mengakibatkan kerugian.
* Ancaman pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.
* Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 (UU 51/Prp/1960) tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak atau Kuasanya:
* Terutama Pasal 2 dan Pasal 6, yang melarang dan mengancam pidana bagi siapa saja yang memakai tanah tanpa izin dari yang berhak. Pembeli lahan ilegal, terutama lahan reklamasi PT Timah (aset BUMN/lahan dengan hak penguasaan tertentu) atau lahan sawah, dapat dianggap telah melakukan pemakaian tanah secara ilegal.
* Ancaman pidana kurungan selama-lamanya 3 bulan dan/atau denda.
Jika praktik ini melibatkan oknum pejabat atau dilakukan secara terorganisir dan terstruktur (sebagai Mafia Tanah), ancaman hukuman bisa lebih berat dan dapat mencakup jeratan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) atau ancaman penjara maksimal hingga 20 tahun, sebagaimana pernah ditekankan oleh aparat penegak hukum dalam upaya pemberantasan mafia tanah.









