Dekat Mapolda dan Kantor Gubernur, Tambang Ilegal Beroperasi Bebas: Ada Pembiaran?

Editor: Yopi Herwindo

Berita5 Dilihat

BN16 BANGKA

PANGKALPINANG — Ibarat tamparan keras bagi wibawa negara, aktivitas tambang timah ilegal kembali hidup dan beroperasi bebas di belakang Balai Latihan Kerja (BLK) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, kawasan kolong Spritus, hanya sepelemparan batu dari kantor Gubernur, Makorem 045/Garuda Jaya, Mapolda, dan Kantor Satpol PP Provinsi Babel. Sabtu (18/10/2025)

 

Ironisnya, di tengah rapatnya pengawasan aparat penegak hukum di kawasan pemerintahan provinsi itu, aktivitas tambang liar justru berjalan terang benderang di malam hari.

 

Berdasarkan laporan Tim Deteksi Dini Satpol PP Provinsi Babel, Rabu malam (15/10/2025) sekitar pukul 21.30 WIB, terpantau sedikitnya 20 unit mesin isap jenis Robin beroperasi aktif di area tersebut.

 

Padahal, lahan itu adalah aset milik Pemerintah Provinsi, yang seharusnya steril dari kegiatan pertambangan dalam bentuk apa pun.

 

Fakta bahwa tambang ilegal bisa hidup kembali di jantung area pemerintahan jelas menjadi indikasi kuat lemahnya penegakan hukum dan adanya dugaan pembiaran oleh institusi yang seharusnya menegakkan aturan.

 

Pelanggaran Berat di Zona Pemerintahan

Kegiatan tambang tanpa izin ini melanggar secara langsung Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba sebagaimana diubah dengan UU Nomor 2 Tahun 2025, yang menegaskan bahwa setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin resmi dapat dipidana lima tahun penjara dan denda Rp100 miliar.

 

Tak berhenti di situ, praktik ini juga bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, karena aktivitas sedot timah di kawasan kolong Spritus itu telah mengakibatkan kerusakan tanah, pencemaran air, serta degradasi ekologis di wilayah pemukiman dan perkantoran sekitar.

 

Namun anehnya, meski seluruh unsur pelanggaran hukum terpenuhi, tak satu pun aparat dari institusi yang berkantor di radius 500 meter dari lokasi — baik Polda, Makorem, Satpol PP, maupun Pemprov sendiri — bertindak tegas menghentikan aktivitas tersebut.

 

Diduga Dibekingi, Hukum Seolah Mandul

Beberapa warga sekitar mengaku, aktivitas tambang semakin ramai ketika malam tiba. “Kalau malam itu terang, lampu-lampu dan mesin hidup semua. Tapi siang sudah sepi, kayak enggak ada apa-apa,” ujar seorang warga yang enggan disebut namanya.

 

Dugaan bekingan dari oknum aparat atau pejabat tertentu pun tak terhindarkan. Warga dan penggiat lingkungan meyakini, operasi dengan pola terorganisir seperti ini tidak mungkin berjalan tanpa perlindungan dari pihak yang memiliki kewenangan.

 

Jika benar ada pembiaran atau bahkan perlindungan dari aparat, maka hal itu merupakan pelanggaran serius terhadap integritas penegakan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 421 KUHP tentang penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat publik, yang bisa berujung pada sanksi pidana.

 

Lebih jauh, tindakan diam dan tidak menindak juga dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum oleh penguasa (onrechtmatige overheidsdaad) karena membiarkan kerusakan lingkungan dan aktivitas ilegal di atas tanah milik negara.

Krisis Moral di Tengah Pusat Pemerintahan

Kawasan kolong Spritus sejatinya merupakan zona vital pemerintahan. Di sinilah berdiri kantor Gubernur Babel, Mapolda Kepulauan Bangka Belitung, Makorem 045/Gaya, serta kantor Satpol PP Provinsi — institusi yang semestinya menjadi benteng terakhir penegakan hukum dan ketertiban umum.

 

Namun kenyataan di lapangan menunjukkan paradoks besar: hukum justru lumpuh di bawah bayang-bayang institusi penegak hukum itu sendiri. Pemerintah Provinsi pun seolah menutup mata terhadap perampasan aset dan kerusakan lingkungan yang terjadi di halamannya sendiri.

 

Satpol PP Provinsi Babel melalui laporan resminya bahkan telah merekomendasikan investigasi lintas instansi yang melibatkan kepolisian, TNI, Satgas Timah, dan kejaksaan untuk menelusuri siapa dalang di balik operasi malam tersebut. Namun hingga kini, belum ada tindakan nyata yang terlihat di lapangan.

 

Negeri Timah dan Bayang Kolusi

Bangka Belitung dikenal sebagai negeri timah, namun kisah ini menggambarkan bagaimana sumber daya alam yang semestinya menjadi anugerah, justru berubah menjadi ladang kolusi dan pelanggaran hukum.

 

Tambang ilegal di belakang BLK Babel adalah cermin betapa lemahnya komitmen pemerintah daerah dalam menegakkan supremasi hukum. Ketika tambang liar bisa hidup hanya beberapa ratus meter dari pusat kekuasaan, maka yang rusak bukan hanya lingkungan — tetapi juga marwah negara dan kepercayaan publik terhadap hukum itu sendiri.

 

Hukum tanpa keberanian adalah ilusi. Dan selama aparat memilih diam, malam-malam di kolong Spritus akan terus bergemuruh oleh suara mesin isap — simbol nyata bahwa hukum di Babel belum benar-benar hidup.

(Sandy Batman/KBO Babel)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *