BN16 BANGKA
Pangkalpinang – Suasana ruang Banmus DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, memanas saat Aliansi Masyarakat Terzolimi (ALMASTER) menyuarakan tujuh poin tuntutan utama mereka. Namun, titik paling krusial terjadi ketika nama Rudianto Tjen, anggota DPR RI dari dapil Bangka Belitung, digemakan dengan lantang. Senin (8/9/2025).
M Zen, salah satu orator sekaligus Ketua DPD LSM Topan-RI Babel, menantang Fraksi PDI Perjuangan melalui Me Hoa untuk segera membuat rekomendasi resmi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung RI.
Tuntutannya jelas: memeriksa dan mengklarifikasi dugaan manipulasi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Rudianto Tjen, politisi PDI Perjuangan yang belakangan ramai disorot publik.
“Kalau memang bersih, kenapa takut diperiksa? Kami ingin DPRD mengambil sikap, minimal mengirimkan rekomendasi ke KPK dan Kajagung agar kasus ini terang-benderang,” tegas M Zen di hadapan pimpinan DPRD Babel Eddy Iskandar, serta anggota dewan Me Hoa dan Muchtar Motong.
Namun, tantangan tersebut langsung dibalas dingin oleh Me Hoa. Menurutnya, permintaan itu bukanlah kewenangan legislatif daerah. “Itu ranah lembaga yudikatif, bukan wewenang DPRD Babel,” ujarnya.
Pernyataan itu sontak memicu reaksi balik dari M Zen. Ia menyebut jawaban Me Hoa terkesan emosional dan defensif.
“Kami hanya ingin tahu apa sikap fraksi beliau terkait dugaan ini. Tapi beliau menjawab dengan nada berang. Padahal, sebagai wakil rakyat, mestinya beliau bisa menanggapi dengan tenang,” ungkap M Zen usai pertemuan.
Tudingan Kekayaan Tersembunyi Rp3 Triliun
ALMASTER menilai Rudianto Tjen telah melakukan penyamaran aset dengan melibatkan pihak ketiga, sehingga tidak seluruh kekayaannya tercatat di laporan LHKPN.
Dalam catatan resmi LHKPN, kekayaan politisi PDI Perjuangan itu hanya sekitar Rp141 miliar. Namun, investigasi masyarakat sipil yang diklaim ALMASTER menemukan dugaan aset tersembunyi mencapai Rp3 triliun.
Aset tersebut disebut-sebut meliputi:
• Sekitar 20.000 hektar kebun sawit di Bangka Belitung
• Dua pabrik kelapa sawit (PKS)
• Dua kapal isap produksi timah (KIP Bintang Samudera)
• Vila dan lahan luas di Kampung Jeruk, Bangka Tengah
• Serta sebuah hotel mewah di Belitung
“Kalau laporan resmi hanya Rp141 miliar, tapi fakta lapangan menunjukkan ada aset sawit, pabrik, KIP, hingga hotel, jelas ini harus diselidiki. Kalau benar ada penyembunyian, itu masuk kategori false report dan bisa dijerat pidana korupsi,” tegas M Zen.
Pertanyaan yang Memanaskan Ruangan
Suasana sempat makin panas ketika M Zen menyinggung pernyataan publik Me Hoa yang kerap menyebutkan Rudianto Tjen sebagai “malaikat politik” dalam berbagai kesempatan.
“Kalau ibu kerapkali menyebut Rudianto Tjen seperti sosok malaikat, berarti tidak boleh salah. Kami minta klarifikasi sikap beliau. Tapi ternyata beliau malah tersinggung dan menjawab dengan nada tinggi,” ujar M Zen menirukan jalannya dialog.
Kondisi itu menggambarkan jurang komunikasi yang tajam antara aspirasi rakyat dengan respons legislatif. “Padahal yang kami inginkan sederhana: sikap jelas dari fraksi PDI Perjuangan Babel terkait persoalan ini,” lanjutnya.
DPRD dan Izin Menambang Rakyat
Tak berhenti di isu LHKPN, aksi ALMASTER juga meluas pada masalah ekonomi rakyat, khususnya terkait aktivitas penambangan timah.
M Natsir, salah satu orator, menyebut hasil pertemuan dengan pimpinan DPRD Babel memberikan angin segar bagi masyarakat penambang.
“Mulai besok masyarakat sudah boleh menambang, asal hasilnya dijual ke PT Timah dan tidak dilakukan di kawasan terlarang seperti fasum, hutan lindung, atau kawasan yang dilarang undang-undang,” ujarnya lantang.
Ia bahkan menegaskan siap pasang badan jika kebijakan itu dipersoalkan aparat. “Kalau mau ditangkap, biar saya saja yang dihukum. Ikak begawi lah, jangan sampai jadi beban negara. Karena guru pun jadi beban negara, apalagi ikak yang dak begawi,” pungkasnya dengan bahasa lokal yang disambut tepuk tangan massa.
Desakan Transparansi
Aksi ALMASTER kali ini mempertegas keresahan masyarakat Babel atas dugaan penyimpangan kekuasaan sekaligus membuka babak baru diskusi publik. Dua isu utama — dugaan manipulasi kekayaan pejabat negara dan keberpihakan DPRD pada ekonomi rakyat — menjadi sorotan besar.
Teriakan massa di DPRD Babel bukan hanya simbol perlawanan, tetapi juga peringatan bahwa publik menuntut transparansi dan keadilan. Pertanyaan besarnya kini adalah: apakah aparat penegak hukum akan menindaklanjuti dugaan Rp3 triliun aset tersembunyi itu, ataukah isu ini akan kembali hilang ditelan riuhnya politik Babel?
(Sandy Batman/KBO Babel)