šŸ’„Lubang Pengkhianatan di Jantung Air MentokšŸ’„

Ketika Mata Air Tak Lagi Jernih dan Keadilan Dituntut untuk Berdiri Tegak

BN16 BANGKA

MENTOK, BANGKA BARAT — Air adalah napas kehidupan. Tanpa uang, manusia bisa bertahan. Tapi tanpa air, segalanya berakhir. Ironi besar kini melingkupi sumber mata air PDAM Mentok di kaki Gunung Menumbing, di mana seharusnya alam dijaga sebagai warisan hidup — justru dijarah oleh keserakahan manusia yang menggali tanah demi setitik timah.

 

Senin pagi (14/07/2025), saat matahari baru menanjak dan bayang-bayang pohon masih memanjang, tim gabungan dari Satpol PP Bangka Barat, Polsek Mentok, dan PDAM Mentok bergerak menyusuri hutan penyangga. Mereka tak membawa senjata, tetapi menyandang tekad: menegakkan keadilan yang tercabik oleh tambang ilegal.

 

Apa yang mereka temukan bukan sekadar luka di tanah, melainkan luka di hati masyarakat. Lubang-lubang bekas tambang terbuka lebar, menjadi saksi bisu pengkhianatan terhadap sumber kehidupan. Air yang dulunya jernih kini berubah menjadi coklat keruh, tercemar, mati perlahan-lahan.

 

“Kami temukan bekas penggalian tambang oleh masyarakat di kawasan hutan. Akan kami cek apakah termasuk hutan lindung atau bukan,” kata Kapolsek Mentok, IPTU Rusdi Yunial, dengan wajah gusar dan nada suara yang menahan amarah.

 

Pengecekan dilakukan sejak pagi hingga tengah hari. Tidak ditemukan satu pun penambang di lokasi — hanya jejak, alat, dan tanda-tanda bahwa ada pihak yang sudah lebih dulu mengetahui rencana kedatangan petugas. Dugaan bocornya informasi pun mencuat. Ada pengkhianat di antara kita.

 

“Kami temukan perangkat tambang, tapi tidak ada orang. Kami kesulitan mengidentifikasi pemiliknya. Mungkin nanti bisa kami tindak lanjut lewat Reskrim,” lanjut IPTU Rusdi Yunial.

 

Air yang keruh mengalir ke sistem distribusi PDAM — bukan hanya menandakan pencemaran fisik, tapi juga pencemaran nurani. Dua titik sumber mata air telah rusak. Dan mungkin, lebih banyak lagi menunggu giliran.

 

Sore menjelang senja, Kapolres Bangka Barat AKBP Pradana Aditya Nugraha bersama perwakilan Kodim Bangka Barat turun langsung ke lokasi. Geram, tegas, dan tanpa kompromi, ia memerintahkan penyelidikan menyeluruh untuk menemukan siapa dalang di balik pengrusakan ini.

 

“Siapa pemilik tambang ini? Cari! Segera!” tegas AKBP Pradana dengan tatapan yang tak bisa ditawar.

 

Dalam tragedi ini, masyarakat belajar bahwa keadilan bukan hanya soal hukum tertulis, tapi tentang menjaga sumber kehidupan yang mengalir ke keran-keran rumah. Bahwa menambang tanpa izin di sumber air bukan sekadar pelanggaran hukum, tapi pelanggaran terhadap nilai-nilai moral paling dasar.

 

Air adalah milik bersama. Air adalah amanah. Ketika mata air dikotori oleh keserakahan, maka yang tercemar bukan hanya sungai, tapi juga hati nurani masyarakat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *