💥Pangkas TPP ASN, Dzolimkah Pemerintah ? 💥

OPINI

BANGKA BARAT, BN16 BANGKA

Oleh: Tj. Adhie W/Dedek

(Penulis adalah Aktifitis di Babel serta Penulis Lepas)

𝙂𝘼𝙅𝙄 atau upah adalah hak karyawan atau pekerja. Tunjangan di luar gaji juga adalah hak karyawan atau pekerja. Ketika karyawan atau pekerja sudah melaksanakan kewajibannya, maka adalah kewajiban yang mempekerjakan mereka untuk memberikan hak para karyawan atau pekerja tersebut.

Baik itu gaji pokok, tunjangan, uang lembur dan lain-lain yang jelas menjadi hak mereka.

Ketika kita membuat peraturan, yang selalu menjadi pertanyaan umum apakah Sang Pembuat Aturan tersebut tidak terikat secara otomatis dengan peraturan-peraturan yang telah dibuatnya?

Jika iya, ini sebuah ironi. Jika tidak, maka kenapa justru yg menjadi pihak pelanggar pertama dari peraturan-peraturan tersebut justru para Pembuat-nya sendiri ?

Sebuah fakta yang sulit untuk bisa dilogikakan. Bahkan oleh seorang profesor sekalipun.

Sebagai contoh tentang hal tersebut di atas adalah sebagai berikut : Ada sebuah perusahaan swasta, pembayar pajak rutin sekaligus penyedia lapangan pekerjaan bagi masyarakat luas.

Dalam dunia usaha ada yang namanya pasang surut dalam roda usaha yang berkaitan erat dengan keuntungan yang bisa didapat oleh perusahaan tersebut.

Karena hal tersebut di atas, maka pekerja atau karyawannya tidak bisa mendapatkan haknya selain gaji pokok secara mutlak atau terhambat atau tertunda dikarenakan kondisi finansial perusahaan.

Lantas timbullah demo pekerja atau karyawan yang merasa sebagian haknya tertahan atau tertunda untuk diterima.

Tak lama, pemerintah selaku pengayom sekaligus pembuat undang-undang lantas mendatangi perusahaan tersebut.

Lantas laksana pahlawan yang mengatasnamakan rakyat, perwakilan dari pemerintah mendesak perusahaan untuk menyegerakan kekurangan pembayaran yang menjadi hak para pekerja tersebut.

Bahkan memaksa pihak perusahaan untuk menjual aset perusahaan agar bisa memenuhi kewajibannya terhadap para pekerjanya.

Kembali ke persoalan inti. Ketika hal tersebut terjadi terhadap pemerintah daerah atau pusat terhadap pembayaran Tunjangan Perbaikan Penghasilan (TPP) yang juga sudah menjadi hak para pegawai, pemerintah bisa dengan mudah memutuskan penundaan, pemotongan atau bahkan mungkin yang lebih ekstrim lagi adalah penghapusan kewajiban membayar TPP para pegawainya.

 

Mungkin semua itu boleh atau bisa dilakukan selama mekanismenya adalah sebagai berikut :

1. Para pegawai diajak duduk bersama berunding tentang kemungkinan pemotongan atau penundaan atau penghapusan pembayaran TPP tersebut.

2. Jika para pegawai secara mayoritas bersedia tanpa ada tekanan dari pihak manapun untuk menerima keputusan bersama tersebut.

3. Keputusan tersebut benar-benar diambil dan disepakati oleh kedua belah pihak

Tanpa ada ke-3 hal tersebut di atas, maka keputusan yang diambil secara sepihak sudah tentu akan merugikan salah satu pihak.

Terakhir, bersikaplah fair terhadap segala peraturan perundang-undangan yg dibuat sendiri oleh pemerintah. Selaku pembuat peraturan, seharusnya pemerintah menjadi pihak pertama yang wajib melaksanakan peraturan tersebut. Bukan malah menjadi pihak pertama yang mengangkangi peraturan yang mereka buat sendiri.

Mari kita semua bersama merenungkan hal-hal tersebut di atas. Jika memang hal tersebut di atas salah, maka tampilkan yang benarnya bagaimana.

Jika pada akhirnya hal tersebut di atas menjadi polemik yang berkepanjangan, itu wajar.

Bukankah demokrasi mengajarkan kita untuk jangan takut menyuarakan pendapat kita dan jangan juga takut punya pemikiran yang berbeda dengan pemikiran-pemikiran yang sudah terlebih dahulu beredar di masyarakat? Semoga.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *