BN16 BANGKA
#HutanLindungDiacakAcak #TambangIlegalBerulah #MentokDigugat #BN16BANGKA
Mentok, BN16 BANGKA – Tatkala jarum jam menunjukkan pukul 19.30 WIB di hari Kamis yang terik (10/07/2025), jeritan pilu kembali terdengar dari rahim Hutan Lindung (HL) TK 6 Pemda Mentok, Kabupaten Bangka Barat. Di sana, di atas pusara ekosistem yang terancam, sebuah ekskavator tegak berdiri gagah, seolah menertawakan segala himbauan dan penertiban yang pernah ada. Sebuah pemandangan yang tak hanya meresahkan, namun juga mengikis keyakinan publik terhadap marwah penegakan hukum di tanah tercinta ini.
Keberadaan sang monster kuning ini tak pelak menohok ulu hati, mempertanyakan kembali seberapa sakti Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Rambat Menduyung dalam menjaga aset negara. Bukankah kawasan ini sudah berkali-kali “dihimbau” atau bahkan “dirazia” oleh Aparat Penegak Hukum (APH)? Namun, seperti hantu gentayangan, para penambang itu tak pernah jera, selalu kembali dengan tabiat lamanya.
Kisah Klasik Nan Ironis: Oknum Pengusaha Lokal yang Abadi
Dari bisikan warga Desa Belo yang tak sudi namanya disebut, terkuaklah fakta getir bahwa ladang penambangan ilegal ini tak ubahnya warisan abadi. “Iya pak, setahu kita lokasi tambang tersebut memang Kawasan Hutan Lindung. Dan tambang tersebut milik Momoy dan Jonker, warga Desa Belo juga,” ujar narasumber, melukiskan potret buram penguasaan lahan secara ilegal yang seakan tak tersentuh hukum.
Parahnya lagi, lokasi ini bukanlah virgin territory bagi penertiban. Konon, Dinas Kehutanan Provinsi Bangka Barat dan Polres Bangka Barat pernah singgah, namun kunjungan mereka hanya sebatas formalitas, tak menyisakan efek jera. “Lokasi tersebut sudah pernah ditertibkan oleh APH dari Bangka Barat, tapi masih saja beroperasi,” bebernya, mengiris hati setiap insan yang merindukan keadilan ekologis.
Asa Masyarakat yang Terus Dirajut di Tengah Badai Ketidakpastian
Masyarakat Desa Belo tak diam termangu. Mereka merajut asa, berharap tangan-tangan kekuasaan seperti Kapolres Bangka Barat, Kapolda Kepulauan Bangka Belitung, Satuan Polisi Pamong Praja, dan Dinas Kehutanan segera turun gunung. Desakan untuk mengambil tindakan tegas mengemuka, demi menyelamatkan kawasan yang terus-menerus tergerus cakar-cakar keserakahan.
Ironi lain datang dari Pak Rahmat, perwakilan KPHP Rambat Menduyung. Dengan nada pasrah, ia berujar, “Pihak KPHP Rambat Menduyung tidak memiliki akses penyidik jadi hanya bisa di lakukan himbauan aja kepada para penambang di kawasan Pemda Bangka Barat.” Pernyataan ini seolah menjadi antitesis dari harapan masyarakat, membiarkan luka menganga di tubuh Hutan Lindung ini tanpa obat mujarab.
Aktivitas tambang ilegal di kawasan Pemda Bangka Barat ini adalah cermin buram dari lemahnya penegakan hukum dan kendornya tali pengawasan. Sudah saatnya, langkah konkret yang tak hanya retorika, namun juga eksekusi tegas, segera diambil. Jangan sampai kelak, yang tersisa hanyalah cerita pilu tentang hutan yang pernah asri, kini tinggal kenangan di bawah reruntuhan puing-puing keserakahan. Semoga saja, asa masyarakat tak berujung pada dongeng tanpa akhir.